Jumat, 15 Januari 2010

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan pinancial, disamping kegiatan pembiayaan lainnya seperti leasing, factoring kartu kredit dan sebagainya. Target pasar dari model pembiayaan konsumen ini sudah jelas bahwa para konsumen. Suattu istilah yang dipakai sebagai lawan kata dari produsen. Pada pembiayaan konsumen besarnya biaya yang diberikan kepada konsumen relative kecil, mengingat barang yang dibidik untuk dibiayai secara konsumen ini adalah barang-barang keperluan konsumen yang akan dipakai untuk keperluan hidupnya.
Tidak besarnya biaya yang dikeluarkan dalam pembiayaan konsumen dan menyebarnya konsumen sehingga kmungkinan resiko relative lebih kecil, ibarat tidak menempatkan telur pada satu wadah. Namun demikian tidak berarti bahwa bisnis pembiayaan konsumen ini tidak punya resiko sama sekali. Seperti umumnya suattu pemberian kredit resiko tetap ada seperti misalnya macetnya pembayaran tunggakan oleh konsumen.
Bisnis pembiayaan konsumen beberapa tahun terakhir ini sangat digandrungi oleh masyarakat, sebab konsumen umunya sulit untuk mendapatkan akses untuk mendapat kredit bank. Hal ini dapat dipastikan bahwa bisnis pembiayaan konsumen akan terus berkembang sehingga dibutuhkan aturan hokum yang baik dan tentunya pengawasan dari pemerintah guna teciptanya iklim bisnis yang baik.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas penulis tertarik mencoba untuk mengkaji tentang PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH PADA LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip mengenal nasabah pada lembaga pembiayaan konsumen ?
2. Tujuan prinsip mengenal nasabah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memperoleh pengetahuan terkait prinsip mengenal nasabah pada lembaga pembiayaan konsumen;
2. Untuk memperoleh informasi dan referensi mengenai Hal-hal yang menjadi tujuan pripsip mengenal nasabah pada lembaga pembiayaan konsumen.
D. Keguanaan Penulisan
1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu hokum khususnya dalam hokum pembiayaan konsumen;
2. Menambah informasi dan referensi mengenai penerpan prinsip kehati-hatian pada pembiayaan konsumen;
3. Memenuhi salah satu persyaratan lulus mata kuliah hukum pembiayaan
E. Metodelogi Penulisan
1. Obyek penulisan
Pelaksanaan prinsip mengenal nasabah pada lembaga pembiayaan konsumen.
2. Sumber data
Sumber data yang dijadikan acuan yakni data sekunder yaitu data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, diperoleh dengan mengkaji bahan-bahan pustaka.
3. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode penelitian pustaka melalui sumber tertulis yang terkai dengan apa yang menjadi pembahasan.
4. Analisa data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yakni data yang diperoleh akan dianalisa dengan cara memaparkan secara umum hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas serta menguraikannya guna memberikan gambaran yang jelas.

BAB II
TINJAUAN UMUM LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN
DAN PRINSIP MENGENAL NASABAH
A. Tinjauan Umum Lembaga Pembiayaan Konsumen
1. Definisi
Pranata hokum, pembiayaan konsumen dipakai sebagai penerjemahan dari istilah “Consumer Finance”. Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit kosumsi (consumer credit). Hanya saja jika pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan pembiayaan sementara kredit konsumen diberikan oleh bank.
Namun pada Pasal 1 ayat 7 KEPRES No 09 Tahun 2009 Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya antara kredit konsumsi dengan pembiayaan konsumen sama saja. Hanya pihak pemberi kreditnya yang berbeda.
2. Sejarah
Lahirnya pemberian kredit dengan system pembiayaan konsumen ini sebenarnya sebagai jawaban atas kenyataan-kenyataan sebagai berikut:
a) Bank sebagai sumber dana kurang tertarik/tidak cukup banyak dalam menyediakan kredit kepada konsumen, yang umumnya merupakan kredit-kredit berukuran kecil;
b) Sumber dana yang formal lainnya banyak keterbatasan atu sistemnya yang kurang fleksibel atau tidak sesuai dengan kebutuhan;
c) System pembiayaan informal seperti yang dilakukan oleh para lintah darat atau tengkulak sangat memberatkan kosumen.
d) System pembiayaan formal lewat koperasi tidak berkembang susuai dengan yang diharapkan.
3. Dasar Hukum
Yang menjadi dasar hokum dari pembiayaan konsumen dapat dibedakan kepada dasar hokum substantive dan dasar hokum administrative.
1. Dasar hokum substantive
Adapun yang menjadi dasar hokum substantive eksistensinya pembiayaan konsumen adalah perjanjian diantara para pihak berdasarkan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata “asas kebebasan berkontrak”, yaitu perjanjian antara pihak perusahaan financial sebgai kreditur dan pihak konsumen sebagai debitur. Sejauh hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hokum yang berlaku, maka perjanjian tersebut adalah sah.
2. Dasar hokum administrative
Seperti halnya lembaga pembiayaan lainnya, maka pembiayaan konsumen ini mendapat dasar hokum dengan dikeluarkannya KEPRES No 09 Tahun 2009 tentang lembaga pembiayaan, dimana dijelaskan bahwa salah satu kegiatan lembaga pembiayaan tersebut adalah menyalurkan dana dengan system yang disebut pembiayaan konsumen.

4. Hubungan Para Pihak
Ada tiga pihak yang yang terlibat dalam suattu transaksi pembiayaan konsumen, yaitu pihak perusahaan pembiayaan, pihak konsumen dan piahak supplier. Hubungan satu asama lain dapat dilihat dalam gambar diagram berikut ini:

1. Hubungan Pihak Kreditur Dengan Konsumen
Hubungan antara pihak kreditur dengan pihak konsumen adalah hubungan kontraktual dalam hal ini kontrak pembiayaan konsumen. Dimana pihak pemberi biaya sebgai kreditur dan pihak penerima biaya adalah konsumen sebagai pihak debitur. Pihak pemberi biaya berkewajiban utama untuk meberikan sejumlah uang untuk pembelian sesuattu brang konsumsi, sementara pihak penerima biaya (konsumen) berkewajiban utm\ama untuk membayar kembali uang tersebut secara cicilan kepada pihak pemberi biaya.
Jadi hubungan kontraktual antara pihak penyedia dana dengan pihak penerima dana disebut perjanjian kredit sehingga ketentuan yuridis yang berlaku adalah ketentuan tentang perjanjian kredit dalam KUH Perdata sedangkan perjanjian kredit yang diatur dalam perbankan secara yuridis formal tidak berlaku berhubung pihak pemberi biaya bukan bank.
2. Hubungan pihak konsumen dengan supplier
Hubungan antara konsumen dengan supplier terdapat suattu hubungan jual beli yakni jual beli bersyarat, dimana pihak supplier selaku penjual menjual barang kepada pihak konsumen sebagai pembeli, dengan syarat bahwa harga harga akan dibayarkan oleh pihak ketiga yaitu pihak pembiayaan konsumen.
Karena adanya perjanjian jual beli. Maka seluruh ketentuan tentang jual beli tentang yang relevan akan berlaku. Misalnya tentang adanya kewajiban menanggung dari pihak penjual, kewajiban purna jual (garansi) dan sebgainya.
3. Hubungan penyedia dana dan supplier
Dalam hal ini antara pihak penyedia dana (pemberi dana) dengan pihak supplier (penyedia barang) tidak mempunyai suattu hubungan hokum yang khusus, kecuali pihak penyedia dana hanya sebgai pihak ketiga yang disyaratkan, yaitu pihak yang disyaratkan untuk menyediakan dana untuk digunakan dalam perjanjian jual beli antara pihak supplier dengan pihak konsumen.
Jadi jika pihak penyedia dana wanprestasi dalam menyediakan dananya, sementara kontrak jual beli maupun kontrak pembiayaan konsuemn telah selesai dilakukan jual beli bersyarat antara pihak supplier dengan konsumen akan batal. Sementara piahak konsumen dapat menggugat pihak pemberi dana karena wanprestasi tersebut.
5. Jaminan-Jamina
Jamianan-jaminan yang diberikan dalam transaksi pembiayaan konsumen ini pada prinsipnya serupa dengan jaminan terhadap perjanjian kredit bank biasa, khususnya kredit konsumsi. Untuk itu dapat dibagi kedalam beberapa bagian, yaitu:
1. Jaminan utama
Sebagai suattu kredit, maka jaminan pokoknya adalah kepercayaan kreditur kepada deitur (konsumen), bahwa pihak konsumen dapat dipercayadan sanggup mebayar hutang-hutangnya. Jadi disini prinsip-prinsip pemberian berlaku prinsip 5C.
2. Jaminan pokok
Sebagai jaminan pokok terhadap transaksi pembiayaan konsumen adalah barang yang dibeli dengan dana tersebut.jika dana tersebut diberikan misalnya untuk membeli mobil maka mobil yang bersangkutan yang menjadi jaminan, bisanya jaminan dalam bentuk pidusia.
Dengan adanya piducia maka biasanya seluruh dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang yang bersangkutan akan dipegang oleh puhak kreditur (pemberi dana) hingga kredit tersebut telah lunas.
3. Jaminan tambahan
Sering juga dimintakan jaminan tambahan terhadap transaksi pembiyaan konsumen ini, walaupun tidak seketat jaminan untuk pemberian kredit bank. Biasanya jaminan tambahan terhadap transaksi seperti yang berupa pengakuan hutang, kuasa menjual barang, disamping itu sering juga dimintakan persetujuan istri untuk konsumen pribadi dan peresetujuan komisaris/RUPS untuk konsumen perusahaan, sesuai dengan anggaran dasarnya.
6. Dokumentasi
Ada beberapa jenis dokumentasi yang biasanya diperlukan dalam pembiyaan konsumen diantaranya :
1. Dokumen pendahuluan
2. Dokumen pokok
3. Dokumen jaminan
4. Dokumen kepemilikan barang
5. Dokumen pemesanan dan penyerahan barang dan
6. Supporting dokumen.
B. Tinjauan Umum Prinsip Mengenal Nasabah
1. Definisi
Pada tanggal 30 Januari 2003 Menteri Keuangan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.06/2003 yang mengatur tentang kewajiban Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) untuk menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (PMN) atau yang biasa disebut dengan Know Your Customer Principles (KYC).
2. Tujuan
a) sebagai upaya untuk menciptakan industri keuangan non bank yang sehat
b) sebagai upaya untuk menciptakan industri keuangan non bank yang berstandar internasional
c) terlindungi dari kemungkinan disalahgunakan untuk kejahatan keuangan, termasuk pencucian uang, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan.
3. Penjabaran PMN
PMN dapat dijabarkan ke dalam beberapa hal berikut:
a) menetapkan kebijakan penerimaan Nasabah:
b) menetapkan kebijakan dan prosedur dalam identifikasi Nasabah;
c) menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi Nasabah; dan
d) menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan Prinsip Mengenal Nasabah.
4. Karakteristrik transaksi yang mencurigakan
Ciri utama transaksi yang mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil, karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dari Nasabah yang bersangkutan dan atau yang menggunakan dana yang diduga berasal dari kejahatan.

BAB III
PELAKSANAAN PRINSIP MENGENAL NASABAH
LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN
A. Pendahuluan Kebijakan
Penerapan kebijakan dan prosedur tersebut di atas bertujuan agar setiap LKNB dapat mengenali profil nasabahnya sehingga pada gilirannya LKNB dapat mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan (suspicious transactions) dan melaporkan kepada Menteri Keuangan sampai dengan diberlakukannya ketentuan tentang Pelaporan Transaksi yang mencurigakan yang dikeluarkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan selanjutnya dilaporkan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) setelah ketentuan dimaksud diberlakukan. (Keputusan DJLK Nomor: Kep-2833/LK/2003).
Dalam rangka Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah oleh Perusahaan Pembiayaan dapat dilakukan dengan 2 kebijakan yang harus dijabarkan, yaitu:
1. Kebijakan pengorganisasian
Kebijakan pengorganisasian mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Pembentukan unit kerja prinsip mengenal nasabah (UKPN) dan struktur organisasi
Guna pelaksanaan Pedoman Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Perusahaan Pembiayaan wajib membentuk Unit Kerja Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang disingkat UKPN yang berkedudukan di Kantor Pusat. UKPN Ini merupakan tanggung jawab langsung Direktur Utama. Untuk Perusahaan Pembiayaan, UKPN dapat didelegasikan kepada satu atau beberapa orang staf yang ditugaskan untuk itu, disamping tugas-tugas rutinnya sesuai dengan struktur organisasi.
Untuk masing-masing kantor cabang, Pimpinan Kantor Cabang harus menunjuk seorang pejabat di kantor cabang masing-masing yang diberi tambahan tugas sebagai Petugas PMN di Kantor Cabang tersebut yang berfungsi sebagai koordinator penerapan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah di Kantor Cabang dibawah koordinasi UKPN.
2. Tugas UKPN
i. Menyusun dan memelihara Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;
ii. Memastikan adanya pengembangan sistem dan prosedur identifikasi Nasabah dan transaksi yang mencurigakan, termasuk memastikan bahwa formulir yang berkaitan dengan Nasabah telah mencakup item data yang diharuskan oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.06/2003;
iii. Memantau pengkinian data dan profit Nasabah sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.06/2003;
iv. Melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah oleh unit-unit kerja terkait;
v. Menerima dan melakukan analisis atas laporan transaksi yang mencurigakan yang disampaikan oleh unit-unit kerja terkait;
3. Perusahaan pembiayaan
i. Menyusun laporan transaksi yang mencurigakan yang akan disampaikan kepada Menteri Keuangan atau PPATK;
ii. Memantau, menganalisis dan merekomendasi kebutuhan pelatihan tentang Prinsip Mengenal Nasabah bagi para pejabat, pegawai Perusahaan Pembiayaan.
4. Tugas PMN di kantor cabang
i. Mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan sistem dan prosedur identifikasi Nasabah dan transaksi yang mencurigakan di Kantor Cabang yang bersangkutan;
ii. Mengkoordinasikan pengkinian data dan profit Nasabah di Kantor Cabang yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.06/2003;
iii. Menerima dan melakukan analisis atas laporan transaksi yang mencurigakan yang disampaikan oleh pegawai di Kantor Cabang; Meneruskan laporan transaksi yang mencurigakan kepada UKPN di Kantor Pusat;
iv. Mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan pelatihan tentang Prinsip Mengenal Nasabah bagi para pejabat, pegawai dan di Kantor Cabang.
5. Tugas direksi
i. Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;
ii. Memantau pelaksanaan tugas UKPN;
iii. Memastikan bahwa Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah telah diterapkan dan dilaksanakan oleh unit-unit kerja terkait secara konsisten;
iv. Melaporkan transaksi yang mencurigakan yang telah disusun oleh UKPN kepada Menteri Keuangan atau PPATK.
6. Tugas dewan direksi
i. Menyetujui Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;
ii. Mengawasi pelaksanaan Pedoman tersebut oleh seluruh jajaran Perusahaan Pembiayaan.
B. Kebijakan Prinsip Mengenal Nasabah
Kebijakan Prinsip Mengenal Nasabah meliputi hai-hal sebagai berikut:
1. Kebijakan Penerimaan dan Identifikasi Nasabah.
Untuk menjadi Nasabah Perusahaan Pembiayaan, calon Nasabah harus melengkapi data sebagaimana yang ditentukan dalam formulir aplikasi dengan dilengkapi dokumen pendukung sebagaimana mestinya. Perusahaan Pembiayaan wajib menolak calon Nasabah yang tidak memenuhi kelengkapan data dan dokumen pendukung yang ditentukan dan atau yang diragukan kebenarannya.
2. Kebijakan pemantauan dan pelaporan
Dokumen yang berkaitan dengan identitas Nasabah Perusahaan Pembiayaan, termasuk perantara dan atau pihak lain (beneficial owner), disimpan sampai dengan jangka waktu 5 (lima) tahun sejak perikatan dengan Nasabah diakhiri. Sistem informasi Perusahaan Pembiayaan harus dapat menyediakan profil Nasabah yang sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai:
a) Identilas Nasabah;.
b) Pekerjaan atau bidang usaha;
c) Jumlah penghasilan;
d) Rekening yang dimiliki;
e) Aktivitas transaksi normal; dan
f) Tujuan penggunaan dana.
Pelaporan transaksi yang mencurigakan bagi Perusahaan Pembiayaan adalah bersifat rahasia dan pejabat, pegawai dan Perusahaan Pembiayaan wajib merahasiakan pelaporan transaksi yang mencurigakan tersebut.
3. Kebijakan manejemen resiko
Kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan Prinsip Mengenal Nasabah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan dan prosedur manajemen risiko LKNB secara keseluruhan. Dalam melakukan audit, Internal Auditor Perusahaan Pembiayaan harus mengevaluasi kepatuhan unit-unit kerja Perusahaan Pembiayaan terhadap Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenai Nasabah.
Program pelatihan Prinsip Mengenai Nasabah dilaksanakan sesuai dengan usulan UKPN dan dilakukan secara berkala dan berkesinambungan untuk meningkatkan kemampuan pejabat, pegawai Perusahaan Pembiayaan dalam penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
4. Prosedur-prosedur
a) prosedur penerimaan dan identifikasi nasabah.
Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Perusahaan Pembiayaan harus dilakukan sejak proses registrasi/penerimaan Nasabah baru dan dilanjutkan secara berkesinambungan selama Nasabah tersebut menjadi Nasabah Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan. Proses penerimaan sampai disahkannya Nasabah Perusahaan Pembiayaan harus melalui tahap-tahap sebagai berikut:
i. prosedur penerimaan nasabah
Penerimaan Nasabah baru atau Nasabah lama untuk perikatan baru menggunakan formulir aplikasi standar yang berlaku. Formulir ini telah dievaluasi oleh UKPN untuk memastikan bahwa data yang diperlukan untuk keperluan PMN telah terakomodasi dalam formulir tersebut.
ii. Prosedur identifikasi dan penelitian
Berdasarkan dokumen pendukung yang telah disampaikan oleh calon Nasabah, petugas front liner Perusahaan Pembiayaan wajib meneliti kebenaran dan keabsahan dokumen pendukung tersebut dengan cara:
mencocokkan dokumen pendukung tersebut dengan dokumen aslinya.
pada waktu melihat dokumen aslinya, agar dilihat dan diyakini bahwa dokumen asli tersebut bentuknya tidak meragukan.
bila diperlukan, lakukan wawancara dengan calon Nasabah sesuai dengan prosedur pengisian formulir aplikasi yang berlaku.
iii. Prosedur persetujuan penerimaan calon nasabah
Persetujuan diberikan oleh pejabat Perusahaan Pembiayaan sesuai dengan jenjang kewenangan yang ditetapkan dalam prosedur yang berlaku setelah meyakini kebenaran identitas dan kelengkapan dokumen calon Nasabah.
Persetujuan terhadap penerimaan calon Nasabah yang tergolong dalam risiko tinggi atau yang transaksinya agak mirip dengan salah satu contoh transaksi yang mencurigakan diberikan oleh pejabat Perusahaan Pembiayaan yang memiliki kewenangan satu tingkat lebih tinggi dari pejabat yang berwenang dalam memberikan persetujuan penerimaan Nasabah biasa.
iv. prosedur pemantauan dan pelaporan
Setelah Nasabah resmi diterima, maka Perusahaan Pembiayaan berkewajiban untuk membuat dan memelihara dokumentasi Nasabah yang bersangkutan sebaik baiknya. Bahkan yang lebih penting lagi adalah bahwa Perusahaan Pembiayaan berkewajiban untuk, melaporkan apabila terdapat transaksi yang mencurigakan.
v. Prosedur dokumen profil nasabah
Data base profil Nasabah mencakup sekurang-kurangnya data identitas, pekerjaan/bidang usaha, jumlah penghasilan, perikatan yang dimiliki, aktivitas transaksi normal dan tujuan pembukaan perikatan. Penyimpanan dan akses data mengikuti prosedur sistem informasi Perusahaan Pembiayaan yang berlaku.
Data base tersebut wajib dikinikan bila terdapat informasi baru mengenai data Nasabah. Pengkinian tersebut dimaksudkan untuk membantu melakukan analisis dan penelusuran transaksi secara individual untuk keperluan intern LKNB dan keperluan regulator atau PPATK.
vi. Prosedur pemantauan rekening dan identifikasi dan transaksi
Perusahaan Pembiayaan mengembangkan sistern pemantauan yang dapat dilakukan baik secara manual ataupun otomatisasi agar memungkinkan petugas Perusahaan Pembiayaan untuk mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan. Dalam melakukan tugas operasional sehari-hari petugas Perusahaan Pembiayaan wajib melakukan pemantauan dan melaporkan kegiatan yang mencurigakan untuk dievaluasi lebih lanjut.
Petugas Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pemantauan wajib menatausahakan hasil pemantauan dan evaluasi rekening dan transaksi Nasabah, baik yang dilaporkan maupun yang tidak dilaporkan kepada Menteri Keuangan. Hasil pemantauan dan evaluasi tidak perlu dilaporkan kepada Menteri Keuangan apabila petugas Perusahaan Pembiayaan tldak dapat meyakini bahwa transaksi tersebut merupakan transaksi yang mencurigakan.
vii. Prosedur identifikasi transaksi yang mencurikan
Suatu transaksi dikategorikan mencurigakan (suspicious transaction) apabila:
transaksi tersebut tidak normal atau tidak sesuai dengan karakteristik dan profil Nasabah;
transaksi tersebut diduga terkait dengan hasil kejahatan; dan
tidak dapat diyakini kewajarannya oleh petugas Perusahaan Pembiayaan setelah dilakukan verifikasi lebih lanjut.
viii. Prosedur Pelaporan Internal Dan Pelaporan Kepada Menteri Keuangan atau PPATK
Bilamana diidentifikasi adanya transaksi yang mencurigakan yaitu suatu transaksi yang sesuai dengan daftar contoh transaksi yang mencurigakan yang diedarkan oleh manajemen Perusahaan Pembiayaan, maka:
Petugas frontliner atau back office yang mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan tersebut harus segera melaporkannya kepada manajer yang menjadi atasan masing-masing.
Manajer yang menerima laporan transaksi yang mencurigakan dari petugas front liner atau back office harus memastikan bahwa transaksi yang dilaporkan tersebut sesuai dengan salah satu contoh transaksi yang mencurigakan dalam lampiran pedoman Ini. Apabila transaksi tersebut dipastikan sesuai dengan contoh transaksi yang mencurigakan dalam lampiran pedoman ini, manajer harus segera menyampaikannya kepada UKPN (untuk di kantor pusat) atau kepada Pejabat Kantor Cabang yang telah ditunjuk oleh Pimpinan Kantor Cabang (untuk di kantor cabang). Pejabat Kantor Cabang yang telah ditunjuk oleh Pimpinan Kantor Cabang harus segera meneruskan laporan transaksi yang mencurigakan tersebut kepada UKPN. Dalam hal laporan yang diterima dad petugas front Iiner atau back office dipandang bukan sebagai transaksi yang mencurigakan, manajer atau Pejabat Kantor Cabang harus memberikan Catatan tertulis pada laporan tersebut.
Alas laporan transaksi yang mencurigakan yang telah diterima oleh UKPN, UKPN harus mengevaluasi untuk memastikan bahwa transaksi tersebut termasuk transaksi yang mencurigakan dan perlu dilaporkan kepada Menteri Keuangan atau PPATK. Dalam hal transaksi tersebut dinyatakan mencurigakan, maka UKPN menyiapkan laporan transaksi yang mencurigakan dengan mengikuti format sesuai dengan lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.06/2003. Laporan transaksi yang mencurigakan tersebut selanjutnya disampaikan kepada Direksi untuk mendapatkan persetujuan.
Direksi harus mempelajari laporan transaksi yang mencurigakan yang diterima dari UKPN untuk memutuskan apakah laporan tersebut perlu dilaporkan Menteri Keuangan atau PPATK.
5. Dokumen pendukung yang harus ada untuk keperluan PMN
1. Perseroan Terbatas
a) Akta Pendirian dan perubahannya
b) Anggaran Dasar Perusahaan
c) SK Persetujuan Pendirian PT dari Menteri Kehakiman
d) SIUP
e) NPW
f) TDP
2. Pemegang Kuasa:
a) WNI: KTP, SIM, Paspor dan Surat Kuasa
b) WNA: Paspor, KIMS, KITAS dan Surat Kuasa
3. Pribadi;
a) WNI: KTP, SIM atau Paspor
b) WNA: Paspor, KIMS, KITAS, KITAP
c) NPWP, apabila sudah mempunyai.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada Pasal 1 ayat 7 KEPRES No 09 Tahun 2009 Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran
2. Pada tanggal 30 Januari 2003 Menteri Keuangan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.06/2003 yang mengatur tentang kewajiban Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) untuk menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (PMN) atau yang biasa disebut dengan Know Your Customer Principles (KYC).
3. Penjabaran pelaksanaan prinsip mengenal nasabah meliputi : menetapkan kebijakan penerimaan Nasabah, menetapkan kebijakan dan prosedur dalam identifikasi Nasabah; menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi Nasabah; dan menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan Prinsip Mengenal Nasabah.
4. Tujuan penerapan prinsip prinsip mengenal nasabah yaitu: sebagai upaya untuk menciptakan industri keuangan non bank yang sehat, sebagai upaya untuk menciptakan industri keuangan non bank yang berstandar internasional, terlindungi dari kemungkinan disalahgunakan untuk kejahatan keuangan, termasuk pencucian uang, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan.


B. Saran
1. Pada hakekatnya pencantuman klausula baku tidak bertentangan dengan UUPK selama klausula baku tersebut tidak merugikan konsumen. Untuk itu diharapkan kepada lembaga pembiayaan konsumen didalam melaksanakan prinsip mengenal nasabah dan atau prinsip kehati-hatian harus tetap sesuai peraturan yang berlaku.
2. Fungsi-fungsi pengawasan diharapkan dalam melaksanakan wewenangnya secara professional guna memberikan perlindungan baik kepada konsumen maupun lembaga pembiayaan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Munir Fuady, SH., MH., LLM. Hokum tentang pembiayaan dalam teori dan praktek 2002
Sunaryo, SH.,MH., Hukum Lembaga Pembiayaan 2008
Keputusan DJLK Nomor: Kep-2833/LK/2003 tentang Petunjuk PenyusunanPedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
Kepres No 09 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar